Jakarta: Masih adanya partai politik (parpol) yang mendaftarkan calon legislatornya (caleg) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) disesalkan sejumlah pihak. Direktur Para Insitute Ari Nurcahyo menganggap hal itu menjadi catatan gelap bagi demokrasi.
"Praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) setelah rezim Soeharto telah coba diputus di era reformasi dengan berbagai cara melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Tap MPR, dan perangkat undang-undang. Bukannya makin meredam malah direproduksi semakin besar," kata Ari dikutip dari siaran pers di Jakarta, Selasa, 31 Juli 2018.
Baca: 202 Eks Koruptor Nyaleg di Daerah
Ari mengatakan pakta integritas yang menyatakan agar partai politik tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi bukanlah jaminan bebasnya bakal caleg dari tiga kasus tersebut.
"Partai politik hanya formalitas menandatangani pakta integritas. Tidak ada kesatuan antara visi atau platform partai yang menyatakan mendukung gerakan antikorupsi, mendukung KPK. Pernyataan semua politisi seperti itu, tetapi sikap dan tindakan parpol begitu berbeda," katanya.
Padahal, menurut Ari, partai politik di Indonesia sangat kuat karena semua proses politik harus melalui partai politik. Pada sisi lain partai politik sangat jauh dari pilar utama demokrasi.
"Korupsi tidak hanya di masalah anggaran, tetapi juga kebijakan, norma, dan sikap karena tindakan parpol sangat jauh dari visi dan misi partai itu sendiri," katanya.
Ari berpendapat sangat sulit untuk memercayai inisiatif dari internal partai untuk bersih-bersih diri. Menurut dia diperlukan kekuatan dari eksternal, dari KPK, MA, dan masyarakat untuk memaksa parpol melaksanakan reformasi di tubuhnya.
Ari menegaskan partisipasi publik sangat diperlukan karena pemilu yang berintegritas dapat terjamin dalam ruang publik yang terbuka. "Publikasi daftar calon-calon ini sangat perlu dilakukan agar KPU tidak bekerja sendirian, ada publik yang ikut mengawasi. Publik dapat ikut
mengoreksi daftar," katanya.
"Praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) setelah rezim Soeharto telah coba diputus di era reformasi dengan berbagai cara melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Tap MPR, dan perangkat undang-undang. Bukannya makin meredam malah direproduksi semakin besar," kata Ari dikutip dari siaran pers di Jakarta, Selasa, 31 Juli 2018.
Baca: 202 Eks Koruptor Nyaleg di Daerah
Ari mengatakan pakta integritas yang menyatakan agar partai politik tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi bukanlah jaminan bebasnya bakal caleg dari tiga kasus tersebut.
"Partai politik hanya formalitas menandatangani pakta integritas. Tidak ada kesatuan antara visi atau platform partai yang menyatakan mendukung gerakan antikorupsi, mendukung KPK. Pernyataan semua politisi seperti itu, tetapi sikap dan tindakan parpol begitu berbeda," katanya.
Padahal, menurut Ari, partai politik di Indonesia sangat kuat karena semua proses politik harus melalui partai politik. Pada sisi lain partai politik sangat jauh dari pilar utama demokrasi.
"Korupsi tidak hanya di masalah anggaran, tetapi juga kebijakan, norma, dan sikap karena tindakan parpol sangat jauh dari visi dan misi partai itu sendiri," katanya.
Ari berpendapat sangat sulit untuk memercayai inisiatif dari internal partai untuk bersih-bersih diri. Menurut dia diperlukan kekuatan dari eksternal, dari KPK, MA, dan masyarakat untuk memaksa parpol melaksanakan reformasi di tubuhnya.
Ari menegaskan partisipasi publik sangat diperlukan karena pemilu yang berintegritas dapat terjamin dalam ruang publik yang terbuka. "Publikasi daftar calon-calon ini sangat perlu dilakukan agar KPU tidak bekerja sendirian, ada publik yang ikut mengawasi. Publik dapat ikut
mengoreksi daftar," katanya.
MNC VISION| AGEN RESMI MNC VISION| PAKET MNC VISION| DAFTAR MNC VISION| MNC VISION BANTEN| PAKET MNC VISION ONLINE| PORTAL BANTEN| NASHCOM| MNC VISION BANTEN
http://news.metrotvnews.com/politik/JKRnLMVK-pengamat-caleg-koruptor-catatan-gelap-demokrasi
No comments:
Post a Comment